Menghilangnya
Luther secara misterius menimbulkan kegemparan di seluruh Jerman. Dimana-mana
terdengar orang bertanya-tanya mengenai dia. Desas-desus liar tersiar dan
banyak orang percaya bahwa ia telah dibunuh. Ada perkabungan besar, bukan saja
pada sahabat-sahabatnya yang setia, tetapi juga pada ribuan orang yang belum
secara terbuka menyatakan pendiriannya di pihak Pembaharu. Banyak dari mereka
bersumpah untuk membalaskan kematiannya.
Pemimpin-pemimpin
Romawi melihat dengan ngeri rasa dendam yang timbul terhadap mereka. Walaupun
pada mulanya gembira atas kemungkinan kematian Luther, mereka ingin segera
menghindar dari amukan kemurkaan orang-orang. Musuh-musuh Pembaharuan belum
pernah begitu ketakutan oleh tindakannya yang paling berani semetara Luther masih
bersama mereka, seperti yang mereka alami waktu ia tidak ada lagi. Mereka yang
dengan marahnya telah mencoba membinasakan Pembaharu yang tangguh itu, sekarang
dipenuhi ketakutan, sehingga mereka telah menjadi tawanan yang tidak berdaya.
"Satu-satunya cara yang masih ada untuk menyelamatkan diri kita,"
kata salah seorang, "ialah menyalakan obor, dan mencari Luther keseluruh
pelosok dunia, dan mengembalikannya kepada bangsa yang membutuhkannya." --
D'Aubigne, b. 9, ch.1. Perintah kaisar tampaknya tidak berkuasa. Utusan-utusan
kepausan telah dipenuhi dengan kemarahan karena melihat kurang mendapat
perhatian dibandingkan dengan nasib Luther.
Berita-berita
yang mengatakan bahwa Luther selamat, walaupun sebagai seorang tahanan,
menenangkan ketakutan orang-orang. Sementara itu hal itu masih membangkitkan
semangat mereka selanjutnya. Tulisan-tulisannya dibaca dengan keinginan yang
lebih besar dari sebelumnya. Bilangan yang semakin bertambah menggabungkan diri
pada orang perkasa ini, yang telah mempertahankan firman Allah pada masa-masa
yang sukar dan menakutkan. Pembaharuan terus semakin bertambah kuat. Bibit yang
telah ditaburkan Luther bertumbuh dimana-mana. Ketidak-hadirannya mencapai
suatu kemajuan pekerjaan yang tidak mungkin dicapai dengan kehadirannya. Pekerja-pekerja
lain sekarang merasakan suatu tanggungjawab baru, karena pemimpin besar mereka
disingkirkan. Dengan keyakinan dan kesungguh-sungguhan baru mereka terus maju
bekerja dengan segenap kuasa, agar pekerjaan yang telah dimulai dengan baik ini
tidak terhalang.
Tetapi
Setan tidak tinggal berpangku tangan. Sementara ia mencoba apa yang ia coba
didalam setiap gerakan pembaharuan, menipu dan membinasakan orang-orang dengan
cara licik, menawarkan kepada mereka kepalsuan sebagai ganti pekerjaan yang
benar. Sebagaimana ada Kristus palsu pada abad pertama gereja Kristen, demikian
juga muncul nabi-nabi palsu pada abad keenambelas.
Beberapa
orang, yang begitu terpengaruh dengan kejadian-kejadian yang terjadi didunia
keagamaan membayangkan dirinya telah menerima wahyu khusus dari Surga, dan
mengatakan telah diutus oleh ilahi untuk melaksanakan penyelesaian Pembaharuan,
yang mereka katakan, telah dimulai Luther dengan lemah. Sebenarnya mereka
menghancurkan pekerjaan yang telah dicapai oleh Luther. Mereka menolak prinsip
yang menjadi dasar pembaharuan -- bahwa firman Allah adalah cukup menjadi
patokan iman dan perbuatan. Dan untuk penuntun yang tidak bisa salah ini mereka
menggantinya dengan standar yang bisa berubah dan yang tidak tentu, menurut
perasaan dan pemikiran mereka. Dengan tindakan mengesampingkan penunjuk
kesalahan dan kepalsuan itu, jalan telah terbuka bagi Setan untuk mengendalikan
pikiran manusia sesuka hatinya.
Salah
seorang dari nabi-nabi itu mengatakan bahwa ia telah diperintahkan oleh
malaikat Jibril. Seorang mahasiswa yang bersatu dengan dia meninggalkan
studinya, mengatakan bahwa Allah sendiri telah menganugerhkan kebijaksanaan
kepadanya untuk menjelaskan Firman-Nya. Orang-orang lain yang biasanya
cenderung kepada kefanatikan bersatu dengan mereka. Tindakan orang-orang yang
antusias ini menimbulkan kegemparan yang tidak sedikit. Khotbah Luther telah
membangkitkan orang-orang dimana-mana untuk merasakan perlunya pembaharuan. Dan
sekarang orang-orang yang benar-benar jujur tertipu oleh kemunafikan nabi-nabi
baru ini.
Para
pemimpin pergerakan ini pergi ke Wittenberg dan mengajukan pernyataan mereka
kepada Melanchthon dan teman-teman sekerjanya. Mereka berkata, "Kami
diutus oleh Allah untuk mengajar orang-orang. Kami telah mengadakan percakapan
langsung dengan Tuhan, kami tahu apa yang akan terjadi. Dengan kata lain kami
adalah rasul-rasul dan nabi-nabi yang membujuk Dr.Luther." -- D'Aubigne,
b. 9, ch. 7.
Para
Pembaharu itu terkejut dan bingung. Ini adalah satu unsur yang belum pernah
mereka temui sebelumnya, dan mereka tidak tahu arah mana yang mereka harus
tempuh. Kata Melanchthon, "Memang ada roh-roh luar biasa pada orang-orang
ini, tetapi roh yang mana? . . . . Pada satu pihak, marilah kita berhati-hati
supaya tidak memadamkan Roh Allah, sementara dipihka lain, supaya jangan
tersesat oleh roh Setan." -- D'Aubigne, b. 9, ch. 7.
Buah
dari pengajaran baru ini segera nyata. Orang-orang dituntun untuk mengabaikan
Alkitab, atau sama sekali menyingkirkannya. Sekolah-sekolah jatuh dalam
kebingungan. Para mahasiswa menolak pembatasan, meninggalkan pelajara mereka
dan menarik diri dari univesitas. Orang-orang yang berpikir mereka berkompeten
untuk menghidupkan dan mengendalikan pekerjaan Pembaharuan, hanya berhasil
membawanya ketepi jurang kehancuran. Para penganut Romanisme sekarang
memperoleh rasa percaya diri kembali, dan berseru dengan sukaria, "Satu
lagi perjuangan terakhir, maka seluruhnya akan menjadi milik kita." --
Idem, b. 9, ch. 7.
Luther
yang berada di Wartburg, setelah mendengar apa yang terjadi, berkata dengan
penuh perhatian, "Saya selalu mengharapkan bahwa Setan akan mengirimkan
wabah ini kepada kita." -- Idem, b. 9, ch. 7. Ia mengetahui tabiat yang
sebenarnya dari nabi-nabi palsu tersebut, dan melihat bahaya yang mengancam
kepentingan kebenaran. Perlawanan paus dan kaisar tidak menyebabkan ia begitu
bingung dan susah seperti yang dia alami sekarang. Dari orang-orang yang
mengaku sahabat-shabat Reformasi telah muncul musuh-musuh yang paling ganas.
Kebenaran itu sendiri, yang telah memberikan sukacita dan penghiburan yang
besar kepadanya, sedang digunakan untuk menimbulkan pertengkaran dan menjadikan
kebingungan didalam gereja.
Dalam
pekerjaan Pembaharuan, Luther telah didorong maju oleh Roh Allah, dan pekerjaan
itu telah dilakukan melebihi kemampuannya sendiri. Ia tidak bermaksud mengambil
posisi seperti yang ia lakukan, atau melakukan perobahan yang radikal. Ia telah
menjadi alat ditangan Yang Mahakuasa. Namun ia sering gemetar melihat akibat
dari pekerjaannya. Ia pernah berkata, "Jikalau saya tahu bahwa ajaran saya
menyakiti seseorang, seorang sajapun, betapaun rendahnya dan tidak terkenal --
yang tidak mungkin, karena itulah Injil itu sendiri, -- lebih baik saya mati
sepuluh kali dari pada menariknya kembali." -- Idem, b. 9, ch. 7.
Dan
sekarang Wittenberg sendiri, pusat pembaharuan, jatuh dengan segera kedalam
kuasa kefanatikan dan pelanggaran hukum. Keadaan yang mengerikan ini tidak
disebabkan oleh ajaran Luther, tetapi musuh-musuhnya diseluruh Jerman
menuduhkan hal itu kepadanya. Dalam penderitaan batin, kadang-kadang ia
bertanya, "Inikah akhir dari pekerjaan besar Pembaharuan ini?." --
Idem, b. 9, ch. 7. Sekali lagi, sementara ia bergumul dengan Allah didalam doa,
kedamaian mengalir kedalam hatinya. "Ini bukanlah pekerjaanku, tetapi pekerjaan-Mu,"
katanya, "Engkau tidak akan membiarkannya dilanda oleh ketakhyulan dan
kefanatikan." Tetapi ia pikir, tinggal lebih lama diluar pertentangan
seperti kemelut ini, menjadi tidak memperoleh dukungan Allah, sebab itu, ia
memutuskan untuk kembali ke Wittenberg.
Tanpa
bertangguh ia mulai mengadakan perjalanan yang berbahaya. Ia berada dalam
larangan meninggalkan kekaisaran. Musuh-musuhnya bebas membunuhnya;
sahabat-sahabatnya dilarang untuk membantunya atau memberi perlindungan
kepadanya. Pemerintah memberlakukan peraturan yang ketat terhadap para
pengikutnya. Tetapi ia melihat bahwa pekerjaan Injil sedang terancam bahaya,
dan dalam nama Tuhan ia pergi berperang tanpa takut demi kebenaran.
Dalam
suratnya kepada penguasa Saxony, setelah menyatakan maksudnya untuk meninggalkan
Wartburg, Luther berkata, "Kiranya yang mulia mengetahui bahwa saya pergi
ke Wittenberg dibawah perlindungan yang lebih tinggi dari para pangeran dan
para penguasa. Saya tidak berpikir untuk memohon dukungan dan perlindungan yang
mulia. Saya sendiri ingin melindungi yang mulia. Kalau saya tahu yang mulia
dapat dan mau melindungi saya, saya sama sekali tidak mau pergi ke Wittenberg.
Tak ada pedang yang dapat melanjutkan pekerjaan ini. Allah sendiri yang harus
melakukan segalanya, tanpa pertolongan atau persetujuan manusia. Dia yang
mempunyai iman yang paling besar ialah dia yang paling mampu melindungi."
-- D'Aubigne, b.9, ch. 8.
Dalam
surat yang kedua, yang ditulis dalam perjalanan ke Wittenberg, Luther
menambahkan, "Saya sudah siap untuk mendatangkan ketidak-senangan yang
mulia dan kemarahan seluruh dunia. Bukankah penduduk Wittenberg adalah
domba-dombaku? Bukankah Allah telah mempercayakan mereka kepadaku? Dan bukankah
saya harus, kalau perlu, menyerahkan nyawaku demi mereka? Selain itu, saya
khawatir pecahnya peperangan di Jerman, oleh mana Allah menghukum bangsa
kita." -- idem, b. 9, ch. 8.
Dengan
sangat hati-hati dan dengan rendah hati, namun dengan ketetapan dan keteguhan,
ia memasuki pekerjaannya. "Oleh Firman," katanya, "kita harus
menggulingkan dan memusnahkan apa yang telah dibangun dengan kekerasan. Saya
tidak akan menggunakan kekerasan melawan ketakhyulan dan ketidak-percayaan . .
. . Tak seorangpun yang harus dipaksa. Kebebasan adalah inti iman." --
Idem, b. 9, ch. 8.
Segera
terjadi kegemparan di Wittenberg karena Luther telah kembali dan karena ia akan
berkhotbah. Orang-orang berdatangan dari segala penjuru, dan gereja menjadi
penuh sesak. Sementara ia menaiki mimbar, dengan bijaksana dan dengan lembut ia
memberi instruksi, menasihati, mendorong dan menegur mereka. Menyinggung usaha
beberapa orang untuk menghapuskan misa dengan kekerasa, ia berkata,
"Misa
adalah hal yang buruk. Allah menentang hal itu. Upacara itu harus dihapuskan.
Dan saya mau agar diseluruh dunia upacara itu diganti dengan perjamuan kudus
menurut Injil. Tetapi janganlah memaksa seseorang untuk meninggalkannya. Kita
harus menyerahkan masalah itu ketangan Allah. Firman-Nyalah yang bertindak,
bukan kita. Dan engkau mungkin bertanya mengapa demikian? Oleh karena saya
tidak menggenggam hati manusia didalam tanganku, sebagaimana tukang periuk
menggenggam tanah liat. Kita mempunyai hak untuk berbicara, tetapi kita tidak
mempunyai hak untuk bertindak. Marilah kita berkhotbah, selebihnya milik Allah.
Sekiranya saya menggunakan paksaan, apakah yang akan saya peroleh? Menyeringai,
formalitas, peniruan, peraturan manusia dan kemunafikan . . . . Tetapi tidak
akan ada kesungguh-sungguhan hati, atau iman, atau kedermawanan. Dimana ketiga
hal ini kurang, maka semua kurang, dan saya tidak merasa senang dengan keadaan
seperti itu . . . . Allah berbuat lebih banyak dengan firman-Nya sendiri
daripada dengan kekuatanmu, kekuatanku dan kekuatan seluruh dunia dipersatukan.
Allah memegang hati kita; dan jikalau hati itu sudah dikuasainya, segalanya sudah
dimenangkan . . . .
Saya
akan berkhotbah, berdiskusi dan menulis; tetapi saya tidak akan memaksa, karena
iman adalah tindakan sukarela. Lihatlah apa yang saya sudah lakukan. Saya
berdiri menentang paus, surat pengampunan dosa, dan pengikut kepausan, tetapi
tanpa kekerasan dan keributan. Saya mengemukakan firman Allah. Saya berkhotbah
dan menulis -- inilah semua yang saya lakukan. Dan namun sementara saya tidur,
. . . firman yang saya sudah khotbahkan menggulingkan kepausan, agar supaya
baik pangeran maupun kaisar tidak melakukannya dengan banyak kerusakan dan
bahaya. Namun saya tidak melakukan apapun; Firman itu sendiri yang
melakukannya. Jikalau saya menghimbau penggunaan kekerasan, barangkali seluruh
Jerman sudah kebanjiran darah. Tetapi apa hasilnya? Kehancuran dan kesepian
tubuh dan jiwa. Oleh sebab itu saya tetap diam, dan membiarkan Firman itu
menjalankan tugasnya diseluruh dunia." -- D'Aubigne, b. 9, ch. 8.
Hari
demi hari, sepanjang minggu, Luther terus berkhotbah kepada orang banyak yang
rindu mendengarkan. Firman Allah mematahkan kuasa kefanatikan. Kuasa Injil
membawa orang yang tersesat kembali kepada kebenaran.
Luther
tidak berkeinginan untuk menghadapi orang-orang fanatik itu, yang pekerjaannya
telah menghasilkan kejahatan besar. Ia mengetahui mereka sebagai orang-orang
yang tidak mempunyai pertimbangan yang kuat dan sehat, dan yang beremosi yang
tidak berdisiplin. Yang, sementara mereka mengatakan mendapat terang khusus
dari surga, tidak tahan menanggung perbedaan sedikitpun, atau bahkan teguran
atau nasihat yang paling lembut. Dengan mengaku mempunyai kekuasaan tertinggi,
mereka menuntut setiap orang mengakuinya tanpa tedeng aling-aling. Tetapi
ketika mereka memintanya untuk diwawancarai, Luther setuju untuk menemui
mereka. Dan dia menelanjangi kemunafikan mereka dengan berhasil, sehingga para
penipu itu langsung meninggalkan Wittenberg.
Kefantikan
dapat dikendalikan untuk sementara. Tetapi beberapa tahun kemudian kembali
merebak dengan lebih keras dan dengan akibat yang mengerikan. Luther berkata
mengenai para pemimpin pergerakan ini, "Kepada mereka Alkitab itu hanyalah
sebuah surat yang telah mati, dan mereka semua mulai berseru, 'Roh itu!, Roh
itu!' Tetapi yang pasti saya tidak akan mengikuti kemana roh mereka itu
memimpin mereka. Semoga rahmat Allah memeliharakan saya didalam gereja yang
tidak ada didalamnya orang-orang lain kecuali orang-orang kudus. Saya rindu
untuk tinggal bersama orang-orang yang rendah hati, hina, orang yang sakit,
mereka yang mengetahui dan merasakan dosa-dosa mereka, dan mereka yang terus
mengerang dan berseru kepada Allah dari lubuk hati yang dalam untuk memohon
penghiburan dan pertolongan." -- Idem, b. 10, ch. 10.
Thomas
Munzer, seorang fanatik yang paling giat, adalah seorang yng berkemampuan, yang
jikalau diarahkan dengan benar, akan mampu melakukan hal-hal yang baik. Tetapi
belum mempelajari prinsip-prinsip utama agama yang benar. "Ia telah
dikuasai oleh suatu keinginan untuk membaraui dunia ini, tetapi lupa,
sebagaimana pengikut-pengikut yang lain juga lupa, bahwa pembaharuan itu mulai
dari dirinya sendiri." -- Idem, b. 10, ch. 10. Ia berambisi untuk
mendapatkan kedudukan dan pengaruh, dan tidak mau menjadi orang kedua, biar
kepada Luther sekalipun. Ia menyatakan bahwa para Pembaharu, dalam menggantikan
wewenang paus kepada wewenang Alkitab, hanya untuk mendirikan kepausan bentuk
lain. Ia sendiri, menurutnya, telah diutus ilahi untuk memperkenalkan
pembaharuan yang benar. "Ia yang memiliki Roh ini," kata Munzer,
"memiliki iman yang benar, walaupun ia tidak pernah melihat Alkitab itu
dalam hidupnya." -- Idem, b. 10, ch. 10.
Guru-guru
kefanatikan memberikan dirinya dikuasai oleh pemikiran, menganggap setiap
pemikiran dan dorongan hati sebagai suara Allah. Akibatnya mereka bertindak
keterlaluan. Sebagian bahkan membakar Alkitabnya, dan berseru, "Surat itu
membunuh, tetapi roh itu memberi kehidupan." Pengajaran Munzer menghimbau
keinginan manusia kepada hal-hal yang mengagumkan, sementara itu menghargai
kebanggaan mereka oleh menempatkan ide-ide dan pikiran manusia diatas firman
Allah. Doktrin-doktrinnya telah diterima oleh beribu-ribu orang. Ia segera
mencela semua aturan perbaktian umum, dan menyatakan bahwa menuruti para
pangeran adalah mencoba berusaha untuk melayani Allah dan Belial.
Pikiran
orang-orang, sudah mulai membuangkan beban (kuk) kepausan, dan juga menjadi
tidak sabar dibawah pembatasan-pembatasan kekuasaan peraturan pemerintah.
Pengajaran revolusioner Munzer, yang menyatakan sanksi ilahi, menuntun mereka
melepaskan diri dari semua pengendalian, dan membiarkan dirinya diperintah oleh
prasangka dan nafsu mereka sendiri. Tindakan penghasutan dan percekcokan yang
paling mengerikan menyusul, dan bumi Jermanpun bermandikan darah.
Penderitaan
jiwa yang sudah lama ditanggung Luther sebelum pengalaman di Erfurt, sekarang
menekannya dengan kekuatan dua kali lipat pada waktu ia melihat akibat dari
kefanatikan yang dituduhkan kepada Pembaharuan. Para pangeran pengikut kepausan
menyatakan -- dan banyak orang yang setuju dengan pernyataan itu -- bahwa
pemberontakan itu adalah akibat logis dari doktrin-doktrin Luther. Meskipun
tuduhan ini tidak berdasar sama sekali, tidak boleh tidak menyebabkan Pembaharu
mengalami kesusahan besar. Dengan demikian pekerjaan kebenaran dipermalukan
dengan mensejajarkannya dengan fanatisisme yang paling mendasar, yang tampaknya
melebihi dari pada yang dapat ditanggungnya. Sebaliknya, pemimpin-pemimpin
dalam pemberontakan itu membenci Luther, oleh karena bukan saja ia menentang
doktrin-doktrin mereka dan menyangkal pernyataan mereka mengenai ilham ilahi,
tetapi juga ia telah menyatakan mereka sebagai pemberontak menentang kekuasaan
pemerintah. Sebagai balasannya mereka mencelanya sebagai orang yang
berpura-pura, yang tidak bermoral. Tampaknya banyak permusuhan yang ditujukan
kepadanya, baik dari para pangeran maupun dari orang-orang.
Para
pengikut Romanisme bergembira, berharap menyaksikan kejatuhan segera
Pembaharuan. Dan mereka mempersalahkan Luther, bahkan untuk kesalahan-kesalahan
yang ia sendiri sudah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memperbaikinya.
Golongan fanatik, yang dengan salah menyatakan telah diperlakukan dengan tidak
adil, berhasil memperoleh simpati dari segolongan besar orang. Dan, sebagaimana
sering terjadi dengan orang-orang yang memilih pihak yang salah, mereka mau
dianggap sebagai para syuhada. Dengan demikian, mereka yang telah mengerahkan
segenap tenaga untuk menentang Pembaharuan telah dikasihani dan disanjung
sebagai korban-korban kekejaman dan penindasan. Ini adalah pekerjaan Setan,
yang didorong oleh roh pemberontakan yang sama, yang pertama-tama ditunjukkan
di Surga.
Setan
terus menerus berusaha menipu manusia, dan menuntun mereka untuk mengatakan
dosa itu kebenaran, dan kebenaran itu dosa. Betapa pekerjaannya ini sudah
berhasil! Betapa sering celaan dan teguran ditujukan kepada hamba-hamba Allah
yang setia oleh karena mereka mau berdiri tanpa gentar mempertahankan
kebenaran! Orang-orang yang sebenarnya adalah agen-agen Setan dipuji-puji dan
disanjung, dan bahkan dipandang sebagai syuhada, sementara mereka yang
seharusnya dihargai dan dipertahankan oleh karena kesetiaannya kepada Allah,
dibiarkan sendirian, dicurigai dan tidak dipercayai.
Kesucian
palsu, penyucian palsu, masih melakukan pekerjaan penipuannya. Dalam berbagai
bentuk ditunjukkan roh yang sama seperti pada zaman Luther, mengalihkan pikiran
orang-orang dari Alkitab, dan menuntun manusia menuruti perasaan dan pikirannya
sendiri lebih dari pada menuruti hukum Allah. Inilah salah satu alat Setan yang
paling ampuh untuk mencela kemurnian dan kebenaran.
Tanpa
gentar, Luther mempertahankan Injil dari serangan-serangan yang datang dari
segala sudut. Firman Allah membuktikan dirinya sebagai senjata ampuh dalam
setiap pertikaian. Dengan Firman itu ia berperang melawan kuasa kepausan, dan
filsafat rasionalistik para orang-orang terpelajar, sementara ia sendiri teguh
bagaikan batu karang melawan kefanatikan yang berusaha mau bersekutu dengan
Pembaharuan.
Setiap
unsur penentang ini berusaha mengesampingkan Alkitab, dan meninggikan
kebijaksanaan manusia sebagai sumber kebenaran keagamaan dan pengetahuan.
Rasionalisme mendewa-dewakan akal sehat, dan membuat ini sebagai ukuran atau
kriteria bagi agama. Romanisme, yang mengatakan kekuasaan tertinggi kepausan
suatu ilham yang diturunkan dari para rasul, dan tidak bisa diubah sepanjang
masa, memberikan kesempatan yang cukup bagi segala jenis pemborosan dan korupsi
serta kebejatan yang bersembunyi dibalik kesalehan perintah rasul. Inspirasi
atau ilham yang dikatakan oleh Munzer dan kawan-kawannya, bermula dari sumber
yang tidak lebih tinggi dari tingkah laku aneh imaginasi, dan pengaruhnya
merong-rong semua kekuasaan manusia atau ilahi. Kekristenan yang benar menerima
firman Allah sebagai rumah perbendaharaan kebenaran yang diilhamkan, dan
sebagai penguji segala jenis ilham.
Sekembalinya
dari Wartburg, Luther menyelesaikan terjemahan Perjanjian Baru, dan Injil itu
tidak lama kemudian diberikan kepada rakyat Jerman dalam bahasa mereka sendiri.
Terjemahan ini disambut dengan sukacita besar oleh mereka yang cinta kebenaran,
tetapi ditolak dengan penghinaan oleh mereka yang memilih tradisi dan peraturan
manusia.
Para
imam merasa khawatir oleh karena mereka berpikir bahwa rakyat jelata sekarang
sanggup mendiskusikan ajaran firman Allah dengan mereka, dan dengan demikian
kebodohan mereka akan terungkap. Senjata pertimbangan jasmani mereka tidak
berkuasa melawan pedang Roh itu. Roma memanggil seluruh penguasanya untuk
mencegah pengedaran Alkitab itu. Tetapi dekrit, kutukan, dan penyiksaan
tampaknya seperti tidak ada gunanya. Semakin Alkitab itu dicela dan dilarang,
semakin besar keinginan orang untuk mengetahui apa sebenarnya yang
diajarkannya. Semua yang sudah bisa membaca ingin mempelajari firman Allah bagi
mereka sendiri. Mereka membawanya kemana saja, dan membacanya berulang-ulang,
dan tidak merasa puas sebelum dapat menghafalkan sebagian besar isinya. Setelah
melihat penerimaan yang baik terhadap Perjanjian Baru, Luther segera memulai
menerjemahkan Perjanjian Lama, dan menerbitkannya sebagian-sebagian segera
setelah selesai diterjemahkan.
Tulisan-tulisan
Luther mendapat sambutan baik, baik dikota-kota maupun didesa-desa. "Apa
yang ditulis oleh Luther dan sahabat-sahabatnya, diedarkan oleh orang-orang
lain. Para biarawan, yang menyadari ketidak-sahan kewajiban dan syarat-syarat
biara, ingin mengubah kebiasaan hidup bermalas-malas dengan kehidupan yang giat
dan aktif, tetapi terlalu bodoh untuk menyiarkan firman Allah. Mereka ini pergi
menjelajahi seluruh propinsi, mengunjungi desa-desa dan gubuk-gubuk, menjual
buku-buku tulisan Luther dan teman-temannya. Tidak lama kemudian Jerman
dibanjiri oleh kolportir-kolportir yang tangguh ini." -- Idem, b. 9, ch.
11.
Tulisan-tulisan
itu dipelajari dengan perhatian yang mendalam, baik oleh orang-orang miskin
maupun orang-orang kaya, orang terpelajar maupun tidak. Pada malam hari,
guru-guru sekolah-sekolah desa membacakan firman itu kuat-kuat kepada
kelompok-kelompok yang berkumpul dekat perapian. Sebagai hasil berbagai usaha,
beberapa jiwa-jiwa sangat yakin akan kebenaran itu, dan menerima firman itu dengan
gembira, yang pada gilirannya akan menceriterakan kabar baik ini kepada orang
lain.
Firman
yang diilhamkan itu diverifikasi: "Masuknya firman-Mu memberikan terang,
memberikan pengertian kepada orang yang sederhana." (Mazmur 119:130).
Pelajaran Alkitab telah menyebabkan perubahan besar dalam pikiran dan hati
orang-orang. Peraturan-peraturan kepausan telah meletakkan pada pundak
pengikutnya suatu kuk besi yang membuat mereka tetap dalam kebodohan dan
degradasi atau penurunan martabat. Pemeliharaan ketakhyulan dipertahankan
dengan cermat, tetapi dalam semua upacara mereka, hati dan intelek tidak
mempunyai peranan yang berarti. Khotbah-khotbah Luther, yang mengetengahkan
kebenaran firman Allah yang sederhana, dan kemudian firman itu sendiri, yang
diberikan ketangan orang-orang biasa, telah membangkitkan semangat orang-orang
yang selama ini teridur, bukan saja memurnikan dan memuliakan kerohanian,
tetapi juga memberikan kekuatan dan tenaga baru kepada intelek seseorang.
Orang-orang
dari segala lapisan masyarakat tampak membawa Alkitab ditangan mereka,
mempertahankan doktrin-doktrin Pembaharuan. Para pengikut kepausan yang
menyerahkan mempelajari Alkitab itu kepada para imam dan para biarawan,
sekarang ditantang tampil untuk membuktikan kesalahan ajaran-ajaran baru itu.
Akan tetapi, karena sama sekali tidak tahu mengenai Alkitab dan kuasa Allah,
imam-imam dan biarawan-biarawan itu dikalahkan total oleh orang-orang yang
mereka katakan tidak terpelajar dan bida'ah. "Sayangnya," kata
seorang penulis Katolik, "Luther membujuk para pengikutnya untuk tidak
percaya kepada firman lain selain Alkitab." -- D'Aubigne, b. 9, ch. 11.
Orang-orang akan berkumpul untuk mendengarkan kebenaran yang dibela oleh
orang-orang yang kurang pendidikan, dan bahkan mendiskusikannya dengan para
ahli teologi yang terpelajar dan trampil. Ketidak-tahuan yang memalukan
orang-orang besar ini telah menjadi nyata ketika argumentasi mereka dihadapi
dengan ajaran-ajaran sederhana firman Allah. Para pekerja, tentera, kaum
wanita, dan bahkan anak-anak mengenal lebih baik pengajaran-pengajaran Alkitab
daripada para imam dan doktor-doktor terpelajar.
Perbedaan
antara murid-murid Injil dengan pendukung tetakhyulan kepausan lebih kurang
seperti yang nyata antara orang biasa dibandingkan dengan kelompok kaum cendekiawan.
"Bertentangan dengan pimpinan lama hirarki, yang telah melalaikan
mempelajari bahasa dan pembinaan kesusasteraan, . . . pemuda-pemuda yang
berpikiran dermawan, mempelajari dan menyelidiki Alkitab, dan membiasakan diri
dengan karya-karya seni zaman purba. Orang-orang muda ini yang memiliki pikiran
yang giat, jiwa yang ditinggikan dan hati yang berani, segera memperoleh
pengetahuan seperti itu, yang untuk jangka waktu yang lama tak seorangpun dapat
menandingi mereka . . . . Oleh sebab itu, bilamana pemuda-pemuda pembela
Pembaharuan ini bertemu dengan para doktor pengikut Roma di suatu perkumpulan,
mereka menyerang dengan begitu mudah dan yakin bahwa orang-orang bodoh ini
menjadi malu dan merasa terhina karena dipermalukan didepan mata semua orang."
-- Idem, b. 9, ch. 11.
Ketika
para pastor Roma melihat jemaat mereka semakin berkurang, mereka meminta
pertolongan para hakim. Dan dengan berbagai cara yang dalam wewenang mereka,
mereka berusaha untuk mengembalikan para pendengar mereka. Tetapi orang-orang
telah menemukan pada ajaran-ajaran baru itu apa yang memenuhi kebutuhan jiwa
mereka, dan meninggalkan mereka yang telah memberi makan kepada mereka sekam
yang tak berguna upacara-upacara ketakhyulan dan tradisi manusia yang tidak
berguna.
Ketika
penganiayaan dilancarkan terhadap para guru-guru kebenaran itu, mereka menaruh
perhatian kepada sabda Kristus, "Apabila mereka menganiaya kamu di kota
yang satu, larilah kamu ke kota lain," (Matius 10:23). Terang itu menembus
kemana-mana. Para pelarian itu akan menemukan di suatu tempat pintu terbuka
untuk menerima mereka, dan sementara tinggal disana mereka mengkhotbahkan
Kristus, kadang-kadang di dalam gereja, atau kalau tidak diberi kesempatan, di
rumah-rumah pribadi atau alam terbuka. Dimana saja mereka bisa mendapat
pendengar, itulah yang menjadi kaabah yang dikuduskan. Kebenaran itu, yang
disiarkan dengan kekuatan dan kepastian, tersiar dengan kuasa yang tidak
terbendung.
Baik
para penguasa maupun pemerintah percuma berusaha menghancurkan bia'ah itu.
Percuma mereka berusaha memenjarakan, menyiksa, membakar dan membunuh mereka
dengan pedang. Ribuan orang percaya memeteraikan iman mereka dengan darahnya,
namun pekerjaan itu terus berlanjut. Penganiayaan hanya akan melebarkan dan
meluaskan pengabaran kebenaran saja; dan kefanatikan yang diusahakan Setan
untuk menyatukannya dengan kebenaran, hanya mengakibatkan perbedaan yang lebih
nyata dan jelas antara pekerjaan Setan dan pekerjaan Allah.
No comments:
Post a Comment